Dulu, di setiap pagiku selalu ada satu pesan
masuk yang terpampang di telepon selulerku. Mengucapkan selamat pagi untukku.
Sebuah senyuman yang tertulis dalam pesanmu, serta kecupan yang kau tulis
didalam pesanmu itu, selalu berhasil membuatku tersenyum sendiri dipagi hari
didalam kesendirianku di ruanganku. Kau menjadi semangatku, pacuan tuk
menjalani hidupku. Dulu… terucapkan sebuah janji diantara kita. Hanya kita
berdua yang tahu, kau tahu? Sampai saat ini aku tetap memegang erat janji itu.
Entah mengapa aku tak ddapat melupakanmu. Seakan terseret ombak, diriku tak
dapat mengelak dari derasnya cinta dan kasih sayangku kepadamu. Tak mampu aku
tuk berpaling darimu, walau kini kau tak denganku lagi.
Teringat saat kita duduk berdua, saling
memandang namun tak bersuara. Seakan mata dan bahasa tubuh lah yang memberitahu
diantara kita berdua. Saat itu, seakan waktu pun terhenti. Memandangmu
kurasakan terbang diantara bintang-bintang. Sampai akhirnya aku pun
memberanikan diri untuk meraih jemarimu yang lentik. Memandangmu sudah
membuatku gugup tuk berbicara. Memegang tanganmu, sudah membuat tubuhku
dibasahi oleh peluhku. Detaknya jantung pun mulai kurasa semakin cepat dan
semakin cepat.
Tahukah kamu, wahai perempuan yang telah
berhasil membuat luluh hatiku yang tak pernah tersentuh sebelumnya. Kau membuat
pandanganku menjadi melayang. Kau selalu tahu cara untuk membuatku tersenyum.
Hingga ku jaatuhkan hatiku kepada hatimu, berharap kudapat menemukan isi hatiku
yang kosong. Mungkin terlalu serius aku menanggapinya, aau mungkin karena kau
adalah cinta yang takkan pernah kulupa? Atau mungkin aku sudah dibutakan oleh
ciinitaku kepadamu? Aku tak pernah mempermasalahkan hal tersebut, hingga aku
bermimpi.
Mimpi yang cukup berani menurutku, aku bermimpi
bahwa kaulah tulang rusukku, ku bermimpi kaau akan menjadi pendamping hidupku
kelak. Ku bermimpi kau akan menjadi seorang ibu untuk anak-anak kita kelak.
Cukup gila bukan? Namun aku tak memperdulikan tentang tanggapan orang lain.
Yang ku pedulikan hanya bagaimana aku bias membuat semua mimpiku itu menjadi
kenyataan.
Aku tahu, kamu mungkin lebih pantas dengan
orang yang lebih baik daripada aku.
Namun apakah salah bila aku bermimpi? Bukankah tak ada larangan untuk bermimpi?
Bukankah cinta itu anugerah dari Sang Pencipta? Kenapa aku tak diberi
kesempatan untuk menjagamu sepenuh jiwaku? Walau hanya sekali seumur hidupku,
untuk selamanya.
Saat kamu pergi, saat kamu perpaling dari
hadapanku, saat kamu melangkah pergi dariku, dan saat kamu pergi keluar dari
pintu gerbang hatiku. Kamu tak melihatku menitikkan airmataku, kau tak
melihatku menggenggm erat liontin yang setengahnya telah kuberikan untukmu,
kamu tak melihatku tertunduk diam, tak kuasa melepas kepergianmu dari sisiku.
Tak pernah kau melihatku menangisimu, menangisi perpisahan kita. Ingin aku
mengejarmu, mendekapmu, lalu berkata agar kau jangan pergi. Namun aku tak
kuasa, ku tahu kau tak mungkin lagi kembali kepadaku lagi. Ku mengerti keadaan
kita sekarang. Namun aku tak dapat menerimanya, aku tak dapat terima akan
keadaan yang memisahkan kita.
Aku selalu berharap, agar suatu saat nanti kau
dapat kembali kepadaku, mendekapku, dan selalu mencurahkan kasih sayangmu
kepadaku. Untuk hari ini, esok, dan selamanya.
Namun, apakah kau dapat merasakannya? Sebuah
perasaan yang mungkin takkan ada yang dapat menandinginya. Kalaupun suatu hari
nanti, kau menemukan seseorang yang mampu menyayangi lebih tulus daripada aku,
maka sayangilah dia, dan aku disini akan menunggumu untuk kau sadar, bahwa aku
disini, aku tak pernah pergi, selalu menantimu. Sebagai orang yang selalu
menyayangimu walau tak mampu meraihmu.
Mungkin, jika ku tuangkan semua perasaanku
kepadamu, jutaan kata pun tak dapat mewakili perasaanku, jika kau tahu, dalam
sakit aku menunggumu, dalam sedih ku menantikan kau menghapuskan semua
kesedihanku, dalam gelap ku menantikan kau dating membawakaan cahaya cinta
kepadaku. Tahukah kamu, kurela jika kamu lebih memilih dia daripada aku.
Mungkin aku tak cukup baik untukmu, atau aku tak pantas tuk duduk bersandingan
bersamamu, mungkin aku juga tak dapat mengimbangimu. Ratusan, bahkan jutaan
susunan kata pun tak dapat mengerti apa yang kurasakan. Aku sakit karenamu, aku
menangis karenamu, aku hanya memikirkanmu. Aku pun sudah tak dapat membuka hati
untuk perempuan lain.
Kau tahu, aku tak pernah berhenti memikirkan
dirimu, kini ku tahu kaamu telah semakin menjauh dariku, namun aku tak
melangkah sejengkal pun dari tempat kau tinggalkan aku dan separuh hatiku ini.
Aku tak pernah berpikir untuk menjauh dan pergi untuk melupakan segala kenangan
indah diantara kita berdua. Aku terkang teringat akan semua rencana kita,
rencan untuk menonton film berdua, berolahraga bersama. Ingatkah kau akan semua
rencana yang dulu kita telah susun? Kurasa kini tak mungkin lag untuk kita
mewujudkan itu semua. Aku sadar itu, kau bukanlah milikku lagi, namun salahkah
aku bila aku masih menyayangimu? Salahkah aku bila aku mengharapkanmu kembali?
Terkadang aku berdo’a kepada Tuhan agar dapat kembali bersamamu. Seperrti dulu
lagi.
Kamu tahu ‘kan? Bagaimana aku jatuh bangun tuk
mendapatkanmu? Kau pun tahu bagaimana aku menyayangimu. Namun tahukah kamu
bahwa aku sakit karena menyayangimu? Namun aku tetap bertahan. Aku tahu ini
hanya sementara, karena kebahagiaan sesungguhnya akan dating ppada saatnya
nanti. Aku percaya itu, aku percaya bahwa kebahagiaan itu ada.
Dan saat kebahagiaan itu datang, maka akan ku
sambut ia dengan selayak-layaknya. Kebahagiaanku hanyalah kamu. Entah bagaimana
aku harus mengehntikan jemariku untuk menullis ini semua. Mungkin karena
banyaknya hal yang ingin ku sampaikan dari lubuk hatiku.
Tuhan, mungkin hanya Engkau dan hamba-Mu ini
lah yang tahu, bahwa aku menyayangi dia setulus hatiku. Terkadang hati kecilku
menangis dihadapanmu, saat aku berdiri disampingmu, namun biarpun hatiku
menjerit, hatimu tak akan pernah mendengarnya. Pekalah, karena apa yang kau
caari selama ini ada didekatmu. Sangat dekat, hingga kau pun dapat melihat
lengkungan bibirnya saat ia tersenyum. Dia adalah aku, aku yang selalu
tersenyum saat lubuk hatiku menangis, menangisimu, aku yang tersenyum karena
aku masih bias melihat anggunnya dirimu dari dekat.